Minggu, 18 Juli 2010

penyakit

Teknologi pengendalian penyakit jamur akar cokelat (phellinus noxius) pada jambu mete

Supriadi

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

ABSTRAK

Penyakit jamur akar cokelat (JAC) pada mete yang disebabkan oleh Phellinus noxius sudah menjadi kendala yang sangat serius di NTB, khususnya di Kecamatan Pekat Kabupaten Dompu. Jumlah pohon mati mencapai 5000, dengan perkiraan kerugian mencapai Rp 700,- juta. Berikut disampaikan beberapa hasil penting dari kegiatan penelitian penyakit JAC yang telah dilakukan selama 3 tahun terakhir. Gejala penyakit JAC mirip dengan gejala penyakit jamur akar putih, yaitu daun menguning dan gugur; ciri perbedaannya adalah akar dan pangkal batang pohon mete yang diserang oleh JAC diselimuti oleh butir-butir pasir dan tanah sehingga ukurannya terlihat menjadi lebih menjadi besar. Akar dan batang membusuk dan rapuh sehingga pohon mudah tumbang. JAC ditularkan melalui kontak akar. Di samping menyerang mete, JAC juga secara alami menyerang tanaman pinggir seperti kayu bantenan (Lannea coromandelica) dan gulma kirinyu (Euphatorium odorata), dan melalui inokulasi buatan JAC juga dapat mematikan kayu manis, eucaliptus, jarak pagar, dan randu. Penelitian pengendalian JAC masih terbatas pada aplikasi fungisida. Aplikasi triadimefon (Bayleton 250 EC) sebanyak 30 ml dalam 3 liter air diaplikasikan 3 kali setahun dapat menurunkan perkembangan persentase penyakit.

LATAR BELAKANG

Pesatnya perluasan areal pertanaman mete di wilayah Indonesia bagian timur, seperti NTB dan NTT, telah memicu berkembangnya berbagai jenis hama dan patogen, satu di antaranya adalah Phellinus noxius, penyebab penyakit akar cokelat. (JAC) Penyakit ini sangat dominan di kecamatan Pekat, kab. Dompu, NTB (Supriadi et al., 2004a,b). Sebaran penyakit sudah meliputi hampir seluruh desa, tetapai yang paling parah ditemukan di desa Pekat, Beringjaya, Nangamiro dan Kedindi. Jumlah pohon mete mati ditaksir sudah mencapai 5000 pohon, dengan kerugian mencapai lebih dari Rp 700,- juta rupiah per tahun. Berdasarkan laporan tentang gejala penyakit, diperkirakan JAC juga ditemukan di daerah lainnnya di NTB, tetapi belum banyak diperhatikan. Dikhawatirkan, dalam waktu lima tahun mendatang satu-satunya komoditas yang memberi penghidupan menduduk di kecamatan Pekat, Dompu ini sebagian besar akan mati, bila tidak ditangani secara serius. Matinya pohon mete akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan ekonomi yang berkepanjangan karena mete adalah satu-satunya komoditas bernilai ekonomi andalan banyak petani setempat Selama tiga tahun terakhir Balittro telah melakukan penelitian tentang penyakit jamur akar cokelat di Dompu, NTB. Penyakit ini termasuk yang baru pada tanaman mete, sedang pada komoditas perkebunan lainnya seperti kakao, teh, kopi dan sawit, penyakit jamur akar cokelat sudah lama dikenal. Di luar negeri, JAC sudah menjadi ancaman serius pada tanaman perkebunan dan hutan tanaman industri; tercatat ada sekitar 200 jenis tanaman inang JAC (Ann et al., 2002).

Tujuan penulisan makalah adalah menginformasikan perkembangan terakhir tentang penyakit jamur akar cokelat pada mete di NTB.

GEJALA PENYAKIT

Pengenalan gejala penyakit sangat penting untuk menentukan langkah-langkah pengendalian selanjutnya. JAC menyerang jenis mete apa saja; tidak ada ketahanan ditemukan diantara jenis-jenis mete yang ditanam petani, yang umumnya benihnya berasal dari Sulawesi Tenggara seperti Muna, Jawa Timur seperti Madura, dan Jawa Tengah (Wonogiri dan Muktiharjo). Gejala serangan JAC sangat mudah dikenali, yaitu adanya daun menguning, layu, kemudian gugur. Pada akar dan pangkal batang terlihat berwarna hitam, busuk dan rapuh dan akhirnya tanaman mati. Butiran pasir dan tanah menempel kuat pada akar dan batang yang telah busuk sehingga terlihat menjadi lebih besar. Di antara jaringan kulit dan bagian yang berkayu sering terlihat kumpulan miselia (rizomorf) JAC yang berwarna berwarna kuning sampai cokelat.

TANAMAN INANG

Selain menyerang mete, JAC juga ditemukan menyerang tanaman lainnya, seperti kayu bantenan (Lannea coromandelica) yang umum digunakan sebagai tanaman pagar kebun, dan gulma berdaun lebar Ki rinyuh (Euphatorium odorata). Di samping kedua tanaman tersebut, di kebun juga tersedia berbagai jenis tanaman inang lainnya seperti randu dan jarak pagar. Hasil inokulasi di rumah kaca menunjukkan bahwa isolat Phellinus noxius terbukti patogenik pada tanaman mete, kayumanis, eucaliptus, kayu bentenan, jarak pagar, dan randu, tetapi tidak patogenik pada singkong (Supriadi et al., 2004b).

CARA PENULARAN

Di lapangan, pohon-pohon mete yang terserang dalam satu kebun cenderung mengukuti satu arah sejalan dengan barisan atau lajur. Hal ini mengindikasikan bahwa patogen ditularkan melalui kontak akar antara akar dari pohon yang sakit dengan akar dari pohon sehat di sekitarnya. Peluang terjadinya kontak akar di antara pohon mete sangat besar mengingat jarak tanam yang digunakan cukup rapat. Ada yang memakai jarak tanam 3 x 12 m, 6 x 6 m, dan 10 x 10 m. Secara teoritis, pohon mete berumur 6 tahun memiliki radius ukuran panjang akar 6 m. Dengan demikian maka sudah dapat diduga bahwa pohon mete yang sekarang umumnya sudah mencapai 12 tahun, perakarannya sudah saling terkait satu dengan lainnya.

Di samping itu, disekeliling kebun petani menanam tanaman pagar seperti kayu bantenan yang sangat rapat agar menghalangi masuknya ternak besar, seperti babi dan sapi, yang akan merusak tanaman mete. Tanaman pagar juga berperan sebagai inang, sehingga penyebaran patogen antara kebun dapat berlangsung dengan baik. Penemuan bahwa gulma Ki rinyuh (Euphatorium odorata) juga berperan sebagai inang menambah kompleks permasalahan JAC di Pekat karena gulma ini banyak terdapat pada pertanaman mete. Gulma Ki rinyuh termasuk tahunan dan sebarannya dapat melalui biji yang mudah tertiup angin.

PENGENDALIAN

Salah satu fokus penelitian adalah bagaimana cara mengendalikan JAC. Berdasarkan pengalaman dari perkebunan karet dan cokelat yang terserang penyakit jamur akar lainnnya seperti Rigidoforus lignosus, maka penanggulangan jamur akan ternyata sangat sulit. P. nosius dapat bertahan bertahun-tahun di dalam jaringan tanaman sakit di dalam tanah (Chang, 1996). Oleh karena itu, sanitasi kebun merupakan keharusan. Kebun yang sudah terserang oleh jamur akar harus dimusnahkan kemudian ditanami tanaman penutup tanah supaya pelapukan sisa-sisa tanaman di dalam tanah menjadi lebih cepat yang akhirnya populasi patogen jamur akar menurun.

Disamping sanitasi, pengendalian jamur akar pada tanaman karet dapat dilakukan dengan fungisida, satu diantaranya yang paling efektif adalah triadimefon, dan penggunaan Trichoderma dibarengi dengan pengapuran.

Untuk tanaman mete, penggunaan Trichoderma pernah dicoba, tetapi masih tidak efektif, kemungkinan karena kurang tersedianya pupuk kandang yang diperlukan untuk merangsang dan mempertahankan pertumbuhan Trichoderma. Penggunaan kapur diyakini tidak akan efekktif karena isolat P. noxius dapat hidup pada kisaran pH cukup besar, 4 – 8. Padahal, salah satu tujuan pengapuran adalah menurunkan pH yang memang sangat efektif terhadap Rigidoporus lignosus.

Oleh karena itu, konsentrasi teknik pengendalian JAC difokuskan pada aplikasi fungisida patogen triadimefon (Bayleton 250 EC). Pohon mete yang diperlakukan dengan 30 ml Bayleton dalam 3 liter air, dan diaplikasikan 3 kali setahun menunjukkan penrunan perkembangan persentase penyakit. Idealnya, seperti dilakukan pada perkebunan anggur di Taiwan, aplikasi triadimefon pada kebun yang sudah terserang penyakit adalah 4 kali setahun (Ann et al., 2003). Aplikaksi fungisida harus dibarengi dengan pemulihan tanaman melalui pemupukan yang benar. Selanjutnya dilakukan sanitasi kebun secara ketat.

Disadari bahwa penggunaan fungisida sintetik bila tidak diberikan secara bijaksana akan menimbulkan dampak negatif dalam panjang. Oleh karena itu, sumber penyakit seperti sisa-sisa tanaman sakit harus dibersihkan dari kebun. JAC dilaporkan dapat bertahan bertahun-tahun dalam jaringan tanaman sakit. Untuk kebun yang sudah terserang, diharapkan petani akan segera membongkar pohon sakitnya, dan tidak menanami kembali mete di kebun itu.

Walaupun sudah diketahui beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengendalian JAC pada pertanaman mete, tetapi masih sangat sedikit yang telah menerapkannya. Hal ini disebabkan karena hasil yang diperoleh dari menjual gelondong mete jarang yang dikembalikan ke kebun dalam bentuk pupuk dan obat-obatan anti hama dan penyakit. Hasil mete dari setiap panen umumnya digunakan untuk keperluan lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan pendapatan petani mete, antara lain melalui pengembangan usaha diversifikasi gelondong mete menjadi kacang atau produk sampingan lainnya.

KESIMPULAN

Jamur akar cokelat (Phellinus noxius) telah menjadi ancaman serius pada tanaman mete di NTB. JAC ditularkan melalui kontak akar. Di lapang, ditemukan dua tanaman inang alternatif selain mete, yaitu kayu bantenan (Lannea coromandelica) yang umum digunakan sebagai tanaman pagar kebun, dan gulma berdaun lebar ki rinyuh (Euphatorium odorata). Untuk menanggulangi perluasan penyebaran penyakit, aplikasi triadimefon (Bayleton 250 EC) sebanyak 30 ml per 3 liter air yang diberikan setiap 4 bulan cukup efektif menahan penyebaran penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Ann, P.J., T.T. Chang dan W.H. Ko., 2002. Phellinus noxius brown rot of fruit and ornamental trees in Taiwan. Plant Disease 86: 820-826.

Ann, P.J., JN Tsai, IT Wong and SH Huang, 2003. Integrated control of brown root rot of woody plants caused by Phellinus noxius in Taiwan. 8 th International Congress of Plant Pathology. Christcurch, New Zealend. 2 – 7 February 2003. WWW.Rocestresearch.co.nz/PDF/09.24 Annetal.pdf.

Chang, T.T., 1996. Survival of Phellinus noxius in soil and the roots of dead host plants. Phytopathology 86: 272-276.

Supriadi, E.M. Adhi, D. Wahyuno, S. Rahayuningsih, N. Karyani, and M. Dahsyat, 2004a. Brown root rot disease of cashew in West Nusa Tenggara: distribution and its causal organism. Indonesian Journal of Agricultural Science Vol 5 (1): 32-36.

Supriadi, E.M. Adhi, D. Wahyuno, S. Rahayuningsih, N. Karyani, dan M. Dahsyat, 2004b. Patogensitas isolat Phellinus noxius pada jambu mete dan beberapa jenis tanaman berkayu lainnya. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 10 (1): 9-11

Sumber :

Perkembangan Teknologi TRO Vol. XVII, No. 1 , 2005