Selasa, 09 Desember 2008

Pemimpin dan Kepemimpinan
Penulis : Nomi Br Sinulingga
Kepemimpinan dimulai dengan hati bukan dengan kepala.
Pilkada, sebuah kata yang dekat sekali dengan bangsa ini pada hari-hari ini. Semua media massa memberikan infomasi terbaru tentang pilkada dari semua daerah untuk pelaksaan pemilihan kepala daerah. Tanah Karo, juga sedang mempersiapkan segala sesuatunya agar pelaksanaan pilkada bisa berlangsung dengan sukses. Milis tercinta Takasima ini juga sangat seru dan panas-panasnya dalam pembahasan pilkada dan terlebih membahas calon bupati yang akan dipilih pada pilkada nanti.
Saya sangat tertarik dengan pembahasan pilkada di milis ini. Saya hanya sekedar mengamati dan bingung dengan beberapa posting email yang mengajak saya berfikir pemimpin seperti apakah yang terbaik untuk masyarakat Karo, yang segelintir ada dimilis ini dan menggambarkan siapa dirinya. Apakah anggota milis ini, mewakili gambaran masyarakat Karo, atau kebanyakan mewakili golongan elite intelektual dari masyarakat Karo itu sendiri, menjadi pertanyaan bagi saya. Pemimpin seperti apakah yang tepat untuk memimpin Karo, yang sebagian karakter masyarakatnya nyata di milis ini? Pemimpin seperti apakah yang akan mengubah wajah Tanah Karo, sehingga Tanah Karo yang sudah mulai panas bisa menjadi Tanah Karo Simalem lagi?
Jeffry Wofford mengatakan, “banyak pemimpin yang duduk diposisi pemimpin tapi tidak tahu bagaimana harus memimpin.“
“Ada pemimpin tapi tidak ada kepemimpinan” demikian kata Eka Darmaputra
Berada dipuncak pimpinan, mungkin terlihat suatu yang membanggakan dan sangat menggiurkan untuk menjadi orang nomor satu. Tapi apakah sesuatu yang membanggakan seperti itu harus dikejar dengan semua usaha yang menggunakan “otak“ untuk membangun “proses“ dan menciptakan “kesempatan“ untuk membawa diri kepuncak pimpinan? Kepemimpinan yang dimulai dengan kepala menurut saya hanyalah seorang pemimpin gadungan. Ketika kekuasaan dan kekuatan uang memasuki pikiran, kedua hal itulah yang diandalkan untuk membawa diri menjadi seorang pemimpin. Dan akhirnya memimpin karena posisinya bukan karena kemampuan dirinya untuk memimpin.
Kepemimpinan sangat erat dengan pengaruh. Pengaruh yang positif sehingga anak buah (masyarakat) mengikuti dan mau dipimpin. Tapi seorang pemimpin gadungan akan mengandalkan uang dan membayar orang supaya mengikutinya. Pemimpin gadungan menggunakan kekuasaannya untuk menekan orang lain supaya mengikutinya. Semua orang yang berada dibawah pemimpin seperti ini akan tertekan dan hilang kreatifitasnya
Pemimpin harus memiliki integritas. Integritas adalah suatu prinsip yang didasarkan atas karakter, etika, agama, moral yang baik yang menyatakan siapa dia. Karena dia akan menyelaraskan itu melalui cara berpikir, berbicara, bersikap, bertindak dan mengambil keputusan (konsisten). Seseorang yang punya integritas memiliki kehidupan yang terintegrasi.
Seorang pemimpin perlu diperhatikan kehidupannya. Apakah dia mampu memimpin keluarganya, karena itu akan menunjukkan kemampuannya memimpin komunitas yang lebih besar. Kita sudah memiliki pemimpin sebelumnya untuk dievaluasi, bagaimana dia memimpin keluarga. Pertanyaan yang bisa kita pikirkan berhasilkah kepemimpinannya akan tanah Karo?
Selain mampu memimpin keluarga, pemimpin juga harus mampu memimpin diri sendiri. Mampu memimpin diri sendiri dalam memberi pendapat dengan sopan dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Kalau diri sendiri tidak bisa dikendalikan, bagaimanakah orang tersebut bisa memimpin satu daerah? Kaisar Nero membakar kota Roma adalah contoh yang diakibatkan pemimpin yang tidak mampu menguasai diri. Hutan di Tanah Karo semakin gundul dan tanah pertanian semakin gersang akan terjadi apabila kita memiliki pemimpin yang tidak mampu memimpin diri sendiri.
Pemimpin yang berintegritas sangat diperlukan karena dia merupakan pribadi yang bisa dipercaya. Sehingga Visinya untuk tanah Karo bukan sesuatu mimpi saja, tetapi menjadi visi semua masyarakat Karo dan bersama-sama kita akan meraih visi itu dibawah kepemimpinannya. Kualitas penting yang perlu diperhatikan pada setiap calon pemimpin adalah, pengaruh, karakter, keahliannya tentang manusia khususnya orang Karo, semangatnya untuk tanah karo, dan kecerdasan. Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan mental yang diperlukan untuk memproses banyak informasi, menyaringnya, mempertimbangkan semua pilihan, dan membuat keputusan yang benar.
Kalau seorang pemimpin hanya menggunakan otaknya untuk menjadi pemimpin di tanah Karo, maka masih banyak yang perlu dibenahi dan di proses untuk membentuk pribadi yang mampu menjadi pemimpin di tanah Karo.
Sebagai manusia, seharusnya kita tidak boleh cuek dengan situasi yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kita harus mengambil sikap dan sekalipun seakan kita tidak memiliki pengaruh dalam pemilihan kepala daerah. Kita memiliki keluarga, mama, mami, bibi, bengkila di tanah Karo, yang mungkin tidak mengerti dengan semua pemilihan kepala daerah. Mereka hanya tahu bahwa akan dipilih kepala daerah, dan mengharapkan sesuatu yang lebih baik akan terjadi. Keluarga kita yang di kampung, mungkin tidak bisa memahami dan mengkaji calon pemimpin yang ada yang bisa mereka pilih. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk kebaikan tanah Karo. Kita perlu mengenali calon pemimpin dan memberi penilaian apakah dia mampu memimpin tanah Karo atau tidak. Kalau kemampuan calon pemimpin dalam memimpin tanah Karo perlu dipertanyakan, sebagai masyaraka t Karo kita perlu mengambil sikap supaya hal yang lebih buruk dari sebelumnya tidak terjadi lagi atas tanah Karo.
Saya tidak tahu apa yang bisa dilakukan mencegah semua hal-hal yang akan semakin memperburuk keadaan tanah Karo selain munculnya seorang pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan. Kita masih memiliki waktu untuk mencegah semua yang buruk yang bisa dihasilkan karena pemimpin gadungan yang akan menuju puncak pimpinan. Seseorang yang memimpin karena posisinya, bukan karena kepribadian dan kemampuannya untuk memimpin.
Saya pikir dipuncak itu tidak menyenangkan, karena sendirian.
Kepemimpinan yang dimulai dengan hati untuk kebaikan dan kemajuan tanah Karo akan lebih berpengaruh. Karena segala sesuatu yang dilakukan dengan hati yang tulus akan menyentuh hati.
Sejarah Tamansiswa



Nama Pendiri :Ki Hajar DewantaraNama Asli:Raden Mas Soewardi SoeryaningratLahir:Yogyakarta, 2 Mei 1889Wafat:Yogyakarta, 28 April 1959Pendidikan:* Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda)* STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) tidak tamat* Europeesche Akte, Belanda* Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957Karir:* Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara* Pendiri Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922* Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.Organisasi:* Boedi Oetomo 1908* Pendiri Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) 25 Desember 1912Penghargaan:Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan NasionalPahlawan Pergerakan Nasional (surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)











Pendiri Taman Siswa ini adalah Bapak Pendidikan Nasional. Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan). Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 28 April 1959 dan dimakamkan di sana.Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913. Alasan penolakannya adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka.Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda.Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte.Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.Sementara itu, pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur.Setelah zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.Kemudian oleh pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.
Konsep Pendidikan Tamansiswa :
Tamansiswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi Tamansiswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dsb; sedangkan merdeka secara batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan.Tamansiswa anti intelektualisme; artinya siapa pun tidak boleh hanya mengagungkan kecerdasan dengan mengabaikan faktor-faktor lainnya. Tamansiswa mengajarkan azas keseimbangan (balancing), yaitu antara intelektualitas di satu sisi dan personalitas di sisi yang lain. Maksudnya agar setiap anak didik itu berkembang kecerdasan dan kepribadiannya secara seimbang.Tujuan pendidikan Tamansiswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan susunan kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan Tamansiswa ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.Kalau di Barat ada “Teori Domein” yang diciptakan oleh Benjamin S. Bloom yang terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotorik maka di Tamansiswa ada “Konsep Tringa” yang terdiri dari ngerti (mengeta-hui), ngrasa (memahami) dan nglakoni (melakukan). Maknanya ialah, tujuan belajar itu pada dasarnya ialah meningkatkan pengetahuan anak didik tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk meningkat-kan pemahaman tentang apa yang diketahuinya, serta meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan apa yang dipelajarinya.Pendidikan Tamansiswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Dalam sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anaknya.Sistem Among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tutwuri Handayani. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi baru disebut student centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat anak didik ternyata akan ke luar “rel” atau pengembangan potensi anak didik di jalan yang salah maka pendidik berhak untuk meluruskannya.Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Tamansiswa menyelanggarakan kerja sama yang selaras antartiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada. Penerapan sistem pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra Pendidikan atau Sistem Tripusat Pendidikan.Pendidikan Tamansiswa berciri khas Pancadarma, yaitu Kodrat Alam (memperhatikan sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori Trikon), Kemerdekaan (memperhatikan potensi dan minat maing-masing indi-vidu dan kelompok), Kebangsaan (berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam suku), dan Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat setiap orang).

pemimpin dan pertanian

Tanggal 5 Juli nanti adalah saat yang bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam perjalanan negeri ini, seorang presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat. Lompatan besar dalam kehidupan berdemokrasi ini, diikuti oleh harapan yang besar dari rakyat Indonesia akan terpilihnya pemimpin yang dapat membawa bangsa ini untuk bangkit dari keterpurukan. Para pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan berlaga sudah sibuk melakukan kampanye untuk menarik simpati masyarakat. Media cetak dan elektronik pun banyak membahas tentang kapabilitas dan kemampuan setiap pasangan calon. Rekam jejak dari tiap pasangan juga mulai banyak dikuak dari kampanye negatif bahkan menjurus ke arah kampanye hitam. Namun kelihatannya masih banyak rakyat yang bingung, siapa yang harus dipilih tanggal 5 Juli nanti.
Sebelum memilih pasangan presiden dan wakil presiden yang paling tepat, kita harus terlebih dahulu mengetahui apakah kriteria pemimpin yang dibutuhkan oleh negara ini untuk 5 tahun ke depan. Kriteria pemimpin yang tepat tersebut tentu saja tergantung pada kondisi negara kita saat ini. Pemimpin yang berhasil di masa perjuangan kemerdekaan, belum tentu akan menjadi pemimpin yang baik di masa pembangunan. Pemimpin yang baik di masa sulit, belum tentu dapat menjadi pemimpin yang baik di masa kemakmuran. Jadi sebelum kita dapat mengetahui kriteria pemimpin yang dibutuhkan, kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana kondisi negara kita saat ini. Masalah-masalah apa yang sedang dihadapi bangsa kita dewasa ini. Baru kita dapat menentukan kira-kira apa yang menjadi kriteria pemimpin kita.
Banyak pengamat yang mengatakan bahwa masalah-masalah yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh krisis multidimensi, baik itu krisis ekonomi, krisis politik, krisis sosial budaya dan lain-lain. Menurut hemat saya, yang menjadi akar permasalahan dari krisis multi dimensi tersebut adalah timbulnya krisis kepercayaan yang semakin lama semakin membesar. Bangsa Indonesia semakin kehilangan kepercayaan terhadap elemen-elemen yang terkait dalam kehidupan bernegara, baik itu kepercayaan terhadap para pemimpinnya, kepercayaan terhadap aparat penegak hukumnya, kepercayaan terhadap jajaran birokrasi pemerintahannya, kepercayaan terhadap sistem yang ada, kepercayaan terhadap sesama warga negara dan yang paling parah bangsa Indonesia semakin kehilangan kepercayaan terhadap dirinya sendiri sebagai suatu bangsa yang sebetulnya merupakan suatu bangsa yang besar dengan sumber daya yang luar biasa. Krisis kepercayaan tadi menimbulkan hilangnya harapan rakyat Indonesia terhadap masa depannya. Bangsa yang tidak berpengharapan sangat sulit untuk turut serta secara efektif di dalam pembangunan.
Ada tiga hal yang menyebabkan timbulnya krisis kepercayaan tersebut. Pertama, maraknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme di negara ini. Menurut laporan tahun 2003 kemarin, Indonesia adalah negara no. 6 terkorup di dunia. Bahkan sampai ada kelakar yang mengatakan bahwa sebetulnya Indonesia adalah negara no.1 terkorup di dunia, tapi ketika belum diumumkan, utusan dari Indonesia sudah mendatangi lembaga tersebut untuk melakukan suap sehingga Indonesia bisa turun ke posisi 6. Begitu berakarnya KKN tersebut sehingga timbul anggapan bahwa KKN sudah merupakan budaya di Indonesia dan tidak dapat dihilangkan. Budaya KKN memang telah merasuki seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa ini dari tingkatan teratas sampai tingkat terendah. 3 aspek yang menyangkut kesempurnaan seorang manusia adalah jasmani, rohani dan akal. Di Indonesia, jasmani diurusi oleh Departemen Kesehatan, rohani oleh Departemen Agama dan akal oleh Departemen Pendidikan. Ironisnya justru di ketiga departemen tersebut disinyalir mengalami praktik KKN yang paling parah. Jadi 3 aspek yang menyangkut kesempurnaan seorang manusia Indonesia diurusi oleh departemen yang paling bobrok, maka tidak berlebihan kalau Ketua PP Muhammadiyah, Syafi’i Ma’arif mengatakan bahwa bangsa Indonesia sudah ‘sempurna’ kehancurannya.
Masalah kedua adalah, rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat. Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam yang luar biasa. Menurut buku World in Figures yang dikeluarkan oleh majalah The Economist tahun 2003, Indonesia adalah penghasil biji-bijian no.6 terbesar di dunia, penghasil beras no. 3 terbesar di dunia, penghasil teh no.6 terbesar di dunia, penghasil kopi no.4 terbesar di dunia, penghasil coklat no. 3 terbesar di dunia, penghasil kelapa sawit no.2 terbesar di dunia, penghasil karet alam no.2 terbesar di dunia, penghasil lada putih terbesar di dunia dan lada hitam no. 3 terbesar di dunia, penghasil tembaga no.3 terbesar, penghasil timah no.2 terbesar di dunia, penghasil nikel no.6 terbesar di dunia, penghasil emas no.8 terbesar di dunia, penghasil natural gas no.6 terbesar di dunia serta penghasil batubara no.9 terbesar di dunia. Ironisnya saat ini ada 26% rakyat Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Jumlah pengangguran di Indonesia juga semakin meningkat, bayangkan saat ini di Indonesia ada sekitar 10,3 juta pengangguran penuh di Indonesia. Belum lagi yang berstatus setengah penganggur yang jumlahnya diperkirakan sekitar 36 juta orang!! Makin meningkatnya pengangguran tersebut diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak sanggup menyerap tenaga kerja yang dihasilkan setiap tahunnya. Tidak jelasnya arah kebijakan pemerintah juga berperan dalam masalah ini. Di sektor pertanian misalnya, produk pertanian impor seperti beras, gula, kedelai, daging sapi, buah-buahan dan lain-lain, dengan mudahnya masuk ke Indonesia dengan harga yang murah sehingga produk pertanian dalam negeri kesulitan untuk bersaing. Produk impor tersebut dapat dijual dengan harga murah bukan karena petani di luar negeri lebih efisien dari petani kita. Kalau diteliti produk pertanian tersebut dijual di negerinya bahkan dengan harga yang lebih mahal dari produk pertanian di Indonesia. Namun karena produksi mereka berlebih dan pemerintah negara tersebut berupaya untuk melindungi harga produk pertaniannya maka kelebihan tersebut diekspor ke negara lain termasuk Indonesia dengan harga murah. Negara lain yang menjadi sasaran produk impor tersebut cukup cerdik dengan menerapkan bea masuk yang sesuai sehingga harga produk pertanian di negara tersebut tidak terganggu dan petani terlindungi. Namun di Indonesia, kebanyakan produk-produk impor tersebut dapat masuk dengan leluasa tanpa dikenai bea masuk sehingga harga produk pertanian dalam negeri menjadi terganggu. Bayangkan berapa banyak tenaga kerja yang mampu diserap jika produk pertanian tersebut mampu kita produksi sendiri dan produk impor dapat ditekan seminimal mungkin. Kondisi-kondisi inilah yang mengakibatkan kesejahteraan rakyat semakin menurun, dan bagaimanapun masalah kesejahteraan rakyat memegang peranan dalam makin menurunnya tingkat kepercayaan rakyat.
Masalah ketiga adalah penegakan hukum yang masih sangat lemah. Pada zaman orde baru, hukum nyata-nyata digunakan sebagai alat kepentingan politik rezim Soeharto. Setelah memasuki orde reformasi, harapan rakyat Indonesia akan terciptanya proses penegakan hukum yang lebih baik ternyata masih tinggal harapan. Saat ini pun, hukum masih tetap digunakan sebagai alat untuk berbagai kepentingan. Kasus Akbar Tanjung, menunjukkan indikasi yang kuat bagaimana suatu proses penegakan hukum telah digunakan untuk kepentingan politik. Kasus Jaksa Agung M.A. Rachman juga menjadi simbol lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Bagaimana kita dapat berharap akan tercipta proses penegakan hukum yang tegas jika alat penegak hukumnya saja sudah tidak dapat dipercaya, ibaratnya bagaimana bisa membersihkan lantai yang kotor jika menggunakan sapu yang kotor. Lemahnya kepastian hukum di Indonesia ini juga menyebabkan iklim berinvestasi menjadi kurang kondusif dan rawannya terjadi konflik horizontal. Penegakan hukum terhadap para koruptor, para pencuri kayu, pencuri ikan dan pelaku penyelundupan yang telah merugikan negara demikian besar juga masih sangat lemah. Lemahnya penegakan hukum ini juga membuat tingkat kepercayaan masyarakat semakin menurun.
Dari pemaparan di atas, kita dapat merumuskan kriteria seorang pemimpin yang kiranya dapat memecahkan masalah-masalah tersebut. Untuk masalah KKN, ibarat kita ingin membersihkan tembok, selalu harus dimulai dari atas terlebih dahulu baru kemudian merambat ke bawah. Demikian juga dalam pemberantasan KKN. Pemerintahan yang bersih harus dimulai dengan memberikan keteladanan dari atas, yaitu dengan memilih pemimpin yang bersih dan jujur. Apabila di tingkat paling atas sudah bersih maka selanjutnya ke bawah akan lebih mudah. Mulai dari jajaran menterinya, pegawai di tiap departemen, merambat ke kepala-kepala daerah, gubernur, walikota, bupati, sampai ke camat dan lurah. Karena itu kriteria pemimpin yang kita butuhkan kedepan adalah pemimpin yang JUJUR. Orang jujur ada 2 jenis, pertama adalah orang yang jujur namun belum pernah memiliki peluang untuk berbuat tidak jujur, dan yang kedua adalah orang yang pernah memiliki peluang untuk berbuat tidak jujur namun ia tetap konsisten pada kejujuran. Apalagi apabila saat itu ia berada di tengah lingkungan orang-orang yang tidak jujur. Tentunya jenis orang jujur yang kedua ini lebih teruji dan meyakinkan kita, dengan melihat track record yang bersangkutan selama ini. Kejujuran bisa kita lihat antara lain dari daftar kekayaannya dengan melihat perjalanan karier dan sumber penghasilannya selama ini. Tentunya secara logika kasar kita bisa memperkirakan berapa besar gaji seorang militer, berapa gaji seorang menteri, berapa gaji anggota Dewan dan lain sebagainya. Apakah sesuai dengan jumlah kekayaannya saat ini. Kita juga bisa melihat dari rekam jejak karier yang bersangkutan selama ini. Apakah pernah terindikasi korupsi, apakah pernah ada indikasi menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Dari situ kita dapat melihat bagaimana kualitas kejujuran dari calon pemimpin kita.
Bangsa Indonesia memiliki potensi yang demikian besar yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Potensi tersebut adalah sumber daya alam yang luar biasa dan pasar dalam negeri yang demikian besar, yang juga dapat digunakan sebagai bargaining power dalam melakukan kerjasama dengan negara lain. Oleh karena itu dibutuhkan visi yang jelas dari tiap kebijakan yang dilakukan. Kebijakan tersebut tidak dapat dibuat dan dilakukan secara terpisah namun harus merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dengan baik dan mempunyai arah yang jelas. Dalam menghadapi perkembangan dunia yang begitu dinamis, dimana perubahan terjadi begitu cepat, juga dibutuhkan pemimpin yang dapat mengelola perubahan tersebut dengan baik. Sehingga ke depan kita memerlukan pemimpin yang CERDAS, yang mampu melihat dan memanfaatkan segenap potensi yang kita miliki, mengelola setiap perubahan yang terjadi dengan baik, dan menyatukan arah semua kebijakan dari tingkat di bawahnya untuk menghasilkan keputusan yang efektif dan bermanfaat bagi rakyat Indonesia.
Dibutuhkan keberanian untuk menciptakan proses penegakan hukum yang tegas. Karena itu ke depan pemimpin kita harus BERANI menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Keberanian ini tentunya harus didukung oleh track record yang baik dari yang bersangkutan dalam masalah hukum. Bagaimana mungkin seorang pemimpin akan memiliki keberanian untuk melakukan proses penegakan hukum yang tegas apabila yang bersangkutan sendiri memiliki indikasi terlibat kasus pelanggaran hukum atau tindak pidana.
Dari uraian di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa kriteria pertama pemimpin yang kita butuhkan adalah JUJUR. Namun jujur saja tidak cukup, karena orang jujur yang bodoh dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang bermaksud kurang baik, karena itu selain jujur juga harus CERDAS. Tapi jujur dan cerdas saja belum cukup kalau tidak berani berbuat dan tidak berani mengungkapkan kebenaran. Karena itu selain JUJUR dan CERDAS juga harus BERANI. Dengan kriteria pemimpin tersebut, kita berharap tiga akar permasalahan bangsa ini dapat dipecahkan, setidaknya akan memberikan sinyal perubahan ke arah yang lebih positif sehingga rakyat Indonesia akan timbul kembali kepercayaan dan pengharapan akan masa depannya. Dengan timbulnya harapan dari seluruh bangsa Indonesia maka proses pembangunan akan dapat dijalankan secara lebih cepat dan lebih efektif untuk menuju Indonesia yang lebih baik.