Selasa, 09 Desember 2008

pemimpin dan pertanian

Tanggal 5 Juli nanti adalah saat yang bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam perjalanan negeri ini, seorang presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat. Lompatan besar dalam kehidupan berdemokrasi ini, diikuti oleh harapan yang besar dari rakyat Indonesia akan terpilihnya pemimpin yang dapat membawa bangsa ini untuk bangkit dari keterpurukan. Para pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan berlaga sudah sibuk melakukan kampanye untuk menarik simpati masyarakat. Media cetak dan elektronik pun banyak membahas tentang kapabilitas dan kemampuan setiap pasangan calon. Rekam jejak dari tiap pasangan juga mulai banyak dikuak dari kampanye negatif bahkan menjurus ke arah kampanye hitam. Namun kelihatannya masih banyak rakyat yang bingung, siapa yang harus dipilih tanggal 5 Juli nanti.
Sebelum memilih pasangan presiden dan wakil presiden yang paling tepat, kita harus terlebih dahulu mengetahui apakah kriteria pemimpin yang dibutuhkan oleh negara ini untuk 5 tahun ke depan. Kriteria pemimpin yang tepat tersebut tentu saja tergantung pada kondisi negara kita saat ini. Pemimpin yang berhasil di masa perjuangan kemerdekaan, belum tentu akan menjadi pemimpin yang baik di masa pembangunan. Pemimpin yang baik di masa sulit, belum tentu dapat menjadi pemimpin yang baik di masa kemakmuran. Jadi sebelum kita dapat mengetahui kriteria pemimpin yang dibutuhkan, kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana kondisi negara kita saat ini. Masalah-masalah apa yang sedang dihadapi bangsa kita dewasa ini. Baru kita dapat menentukan kira-kira apa yang menjadi kriteria pemimpin kita.
Banyak pengamat yang mengatakan bahwa masalah-masalah yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh krisis multidimensi, baik itu krisis ekonomi, krisis politik, krisis sosial budaya dan lain-lain. Menurut hemat saya, yang menjadi akar permasalahan dari krisis multi dimensi tersebut adalah timbulnya krisis kepercayaan yang semakin lama semakin membesar. Bangsa Indonesia semakin kehilangan kepercayaan terhadap elemen-elemen yang terkait dalam kehidupan bernegara, baik itu kepercayaan terhadap para pemimpinnya, kepercayaan terhadap aparat penegak hukumnya, kepercayaan terhadap jajaran birokrasi pemerintahannya, kepercayaan terhadap sistem yang ada, kepercayaan terhadap sesama warga negara dan yang paling parah bangsa Indonesia semakin kehilangan kepercayaan terhadap dirinya sendiri sebagai suatu bangsa yang sebetulnya merupakan suatu bangsa yang besar dengan sumber daya yang luar biasa. Krisis kepercayaan tadi menimbulkan hilangnya harapan rakyat Indonesia terhadap masa depannya. Bangsa yang tidak berpengharapan sangat sulit untuk turut serta secara efektif di dalam pembangunan.
Ada tiga hal yang menyebabkan timbulnya krisis kepercayaan tersebut. Pertama, maraknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme di negara ini. Menurut laporan tahun 2003 kemarin, Indonesia adalah negara no. 6 terkorup di dunia. Bahkan sampai ada kelakar yang mengatakan bahwa sebetulnya Indonesia adalah negara no.1 terkorup di dunia, tapi ketika belum diumumkan, utusan dari Indonesia sudah mendatangi lembaga tersebut untuk melakukan suap sehingga Indonesia bisa turun ke posisi 6. Begitu berakarnya KKN tersebut sehingga timbul anggapan bahwa KKN sudah merupakan budaya di Indonesia dan tidak dapat dihilangkan. Budaya KKN memang telah merasuki seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa ini dari tingkatan teratas sampai tingkat terendah. 3 aspek yang menyangkut kesempurnaan seorang manusia adalah jasmani, rohani dan akal. Di Indonesia, jasmani diurusi oleh Departemen Kesehatan, rohani oleh Departemen Agama dan akal oleh Departemen Pendidikan. Ironisnya justru di ketiga departemen tersebut disinyalir mengalami praktik KKN yang paling parah. Jadi 3 aspek yang menyangkut kesempurnaan seorang manusia Indonesia diurusi oleh departemen yang paling bobrok, maka tidak berlebihan kalau Ketua PP Muhammadiyah, Syafi’i Ma’arif mengatakan bahwa bangsa Indonesia sudah ‘sempurna’ kehancurannya.
Masalah kedua adalah, rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat. Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam yang luar biasa. Menurut buku World in Figures yang dikeluarkan oleh majalah The Economist tahun 2003, Indonesia adalah penghasil biji-bijian no.6 terbesar di dunia, penghasil beras no. 3 terbesar di dunia, penghasil teh no.6 terbesar di dunia, penghasil kopi no.4 terbesar di dunia, penghasil coklat no. 3 terbesar di dunia, penghasil kelapa sawit no.2 terbesar di dunia, penghasil karet alam no.2 terbesar di dunia, penghasil lada putih terbesar di dunia dan lada hitam no. 3 terbesar di dunia, penghasil tembaga no.3 terbesar, penghasil timah no.2 terbesar di dunia, penghasil nikel no.6 terbesar di dunia, penghasil emas no.8 terbesar di dunia, penghasil natural gas no.6 terbesar di dunia serta penghasil batubara no.9 terbesar di dunia. Ironisnya saat ini ada 26% rakyat Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Jumlah pengangguran di Indonesia juga semakin meningkat, bayangkan saat ini di Indonesia ada sekitar 10,3 juta pengangguran penuh di Indonesia. Belum lagi yang berstatus setengah penganggur yang jumlahnya diperkirakan sekitar 36 juta orang!! Makin meningkatnya pengangguran tersebut diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak sanggup menyerap tenaga kerja yang dihasilkan setiap tahunnya. Tidak jelasnya arah kebijakan pemerintah juga berperan dalam masalah ini. Di sektor pertanian misalnya, produk pertanian impor seperti beras, gula, kedelai, daging sapi, buah-buahan dan lain-lain, dengan mudahnya masuk ke Indonesia dengan harga yang murah sehingga produk pertanian dalam negeri kesulitan untuk bersaing. Produk impor tersebut dapat dijual dengan harga murah bukan karena petani di luar negeri lebih efisien dari petani kita. Kalau diteliti produk pertanian tersebut dijual di negerinya bahkan dengan harga yang lebih mahal dari produk pertanian di Indonesia. Namun karena produksi mereka berlebih dan pemerintah negara tersebut berupaya untuk melindungi harga produk pertaniannya maka kelebihan tersebut diekspor ke negara lain termasuk Indonesia dengan harga murah. Negara lain yang menjadi sasaran produk impor tersebut cukup cerdik dengan menerapkan bea masuk yang sesuai sehingga harga produk pertanian di negara tersebut tidak terganggu dan petani terlindungi. Namun di Indonesia, kebanyakan produk-produk impor tersebut dapat masuk dengan leluasa tanpa dikenai bea masuk sehingga harga produk pertanian dalam negeri menjadi terganggu. Bayangkan berapa banyak tenaga kerja yang mampu diserap jika produk pertanian tersebut mampu kita produksi sendiri dan produk impor dapat ditekan seminimal mungkin. Kondisi-kondisi inilah yang mengakibatkan kesejahteraan rakyat semakin menurun, dan bagaimanapun masalah kesejahteraan rakyat memegang peranan dalam makin menurunnya tingkat kepercayaan rakyat.
Masalah ketiga adalah penegakan hukum yang masih sangat lemah. Pada zaman orde baru, hukum nyata-nyata digunakan sebagai alat kepentingan politik rezim Soeharto. Setelah memasuki orde reformasi, harapan rakyat Indonesia akan terciptanya proses penegakan hukum yang lebih baik ternyata masih tinggal harapan. Saat ini pun, hukum masih tetap digunakan sebagai alat untuk berbagai kepentingan. Kasus Akbar Tanjung, menunjukkan indikasi yang kuat bagaimana suatu proses penegakan hukum telah digunakan untuk kepentingan politik. Kasus Jaksa Agung M.A. Rachman juga menjadi simbol lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Bagaimana kita dapat berharap akan tercipta proses penegakan hukum yang tegas jika alat penegak hukumnya saja sudah tidak dapat dipercaya, ibaratnya bagaimana bisa membersihkan lantai yang kotor jika menggunakan sapu yang kotor. Lemahnya kepastian hukum di Indonesia ini juga menyebabkan iklim berinvestasi menjadi kurang kondusif dan rawannya terjadi konflik horizontal. Penegakan hukum terhadap para koruptor, para pencuri kayu, pencuri ikan dan pelaku penyelundupan yang telah merugikan negara demikian besar juga masih sangat lemah. Lemahnya penegakan hukum ini juga membuat tingkat kepercayaan masyarakat semakin menurun.
Dari pemaparan di atas, kita dapat merumuskan kriteria seorang pemimpin yang kiranya dapat memecahkan masalah-masalah tersebut. Untuk masalah KKN, ibarat kita ingin membersihkan tembok, selalu harus dimulai dari atas terlebih dahulu baru kemudian merambat ke bawah. Demikian juga dalam pemberantasan KKN. Pemerintahan yang bersih harus dimulai dengan memberikan keteladanan dari atas, yaitu dengan memilih pemimpin yang bersih dan jujur. Apabila di tingkat paling atas sudah bersih maka selanjutnya ke bawah akan lebih mudah. Mulai dari jajaran menterinya, pegawai di tiap departemen, merambat ke kepala-kepala daerah, gubernur, walikota, bupati, sampai ke camat dan lurah. Karena itu kriteria pemimpin yang kita butuhkan kedepan adalah pemimpin yang JUJUR. Orang jujur ada 2 jenis, pertama adalah orang yang jujur namun belum pernah memiliki peluang untuk berbuat tidak jujur, dan yang kedua adalah orang yang pernah memiliki peluang untuk berbuat tidak jujur namun ia tetap konsisten pada kejujuran. Apalagi apabila saat itu ia berada di tengah lingkungan orang-orang yang tidak jujur. Tentunya jenis orang jujur yang kedua ini lebih teruji dan meyakinkan kita, dengan melihat track record yang bersangkutan selama ini. Kejujuran bisa kita lihat antara lain dari daftar kekayaannya dengan melihat perjalanan karier dan sumber penghasilannya selama ini. Tentunya secara logika kasar kita bisa memperkirakan berapa besar gaji seorang militer, berapa gaji seorang menteri, berapa gaji anggota Dewan dan lain sebagainya. Apakah sesuai dengan jumlah kekayaannya saat ini. Kita juga bisa melihat dari rekam jejak karier yang bersangkutan selama ini. Apakah pernah terindikasi korupsi, apakah pernah ada indikasi menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Dari situ kita dapat melihat bagaimana kualitas kejujuran dari calon pemimpin kita.
Bangsa Indonesia memiliki potensi yang demikian besar yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Potensi tersebut adalah sumber daya alam yang luar biasa dan pasar dalam negeri yang demikian besar, yang juga dapat digunakan sebagai bargaining power dalam melakukan kerjasama dengan negara lain. Oleh karena itu dibutuhkan visi yang jelas dari tiap kebijakan yang dilakukan. Kebijakan tersebut tidak dapat dibuat dan dilakukan secara terpisah namun harus merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dengan baik dan mempunyai arah yang jelas. Dalam menghadapi perkembangan dunia yang begitu dinamis, dimana perubahan terjadi begitu cepat, juga dibutuhkan pemimpin yang dapat mengelola perubahan tersebut dengan baik. Sehingga ke depan kita memerlukan pemimpin yang CERDAS, yang mampu melihat dan memanfaatkan segenap potensi yang kita miliki, mengelola setiap perubahan yang terjadi dengan baik, dan menyatukan arah semua kebijakan dari tingkat di bawahnya untuk menghasilkan keputusan yang efektif dan bermanfaat bagi rakyat Indonesia.
Dibutuhkan keberanian untuk menciptakan proses penegakan hukum yang tegas. Karena itu ke depan pemimpin kita harus BERANI menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Keberanian ini tentunya harus didukung oleh track record yang baik dari yang bersangkutan dalam masalah hukum. Bagaimana mungkin seorang pemimpin akan memiliki keberanian untuk melakukan proses penegakan hukum yang tegas apabila yang bersangkutan sendiri memiliki indikasi terlibat kasus pelanggaran hukum atau tindak pidana.
Dari uraian di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa kriteria pertama pemimpin yang kita butuhkan adalah JUJUR. Namun jujur saja tidak cukup, karena orang jujur yang bodoh dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang bermaksud kurang baik, karena itu selain jujur juga harus CERDAS. Tapi jujur dan cerdas saja belum cukup kalau tidak berani berbuat dan tidak berani mengungkapkan kebenaran. Karena itu selain JUJUR dan CERDAS juga harus BERANI. Dengan kriteria pemimpin tersebut, kita berharap tiga akar permasalahan bangsa ini dapat dipecahkan, setidaknya akan memberikan sinyal perubahan ke arah yang lebih positif sehingga rakyat Indonesia akan timbul kembali kepercayaan dan pengharapan akan masa depannya. Dengan timbulnya harapan dari seluruh bangsa Indonesia maka proses pembangunan akan dapat dijalankan secara lebih cepat dan lebih efektif untuk menuju Indonesia yang lebih baik.

Tidak ada komentar: